Paedofil “Bermoral”

15:13 Unknown 2 Comments



“Rey, apakah kamu menyukai anak-anak lebih dari seharusnya?”

Aku menyesal telah bertanya seperti itu kepadanya. Di kamar yang berantakan; baju-baju kotor berserakan, bekas botol bir dan tumpahannya yang sudah mengering, lengket di lantai, bau apak dan alkohol tercampur jadi satu. Benar-benar komposisi menjijikan!

Jujur, aku agak gemetar. Merinding. Kami duduk bersilang di atas ranjang.

Dia menggeleng.

Hening. Ia menatapku dan aku jadi gelagapan. Menatap ke arah lain; jendela kaca, baju yang berserakan, botol bir dan… sebuah kado bermotif Superman di kolong kursi. Aku jadi ingat perayaan ulang tahun keponakanku.

Saat nyanyian selamat ulang tahun menggema dalam ruangan yang cukup besar. Kebahagiaan menyala dengan amat terang; Rey malah pergi seperti lilin kue ulang tahun yang ditiup padam. Sahabatku itu lenyap tak menyisakan bayangan. Selama tiga tahun lebih.

Tapi, kini aku melihatnya lagi dengan amat kacau; mata sembab, rambut berantakan, bau tak enak.

Aku menemukan Rey dari cerita ibu penjaga warung yang merasa aneh dengan seseorang yang tinggal di dekat rumahnya selama ini.

“Dia jarang keluar rumah, Mas. Keluar rumah palingan cuma beli makanan aja.”

“Lalu?” tanyaku.

“Udah seminggu ini ibu nggak liat dia—“ jeda. Mungkin ia berpikir sejenak. “Pokoknya orang itu aneh, Mas. Kalo ketemu anak-anak dia cepet-cepet ngehindar—“

Belum habis ceritanya, tapi aku sudah tahu siapa itu. Aku berlari menuju rumah itu dan mendobrak pintunya. Brak! Mencari sekeliling ruangan; tak ada. Lalu mendobrak pintu kamar dan menemukan Rey sedang bersiap gantung diri. Aku berlari, mendorong dan menghajarnya sampai ia jatuh tersungkur.

Setelah adegan itu kami saling diam selama kurang lebih dua jam. Lalu aku bertanya dan menyesal telah bertanya seperti itu.

“Menurutmu; apa aku kelihatan berbeda?” Rey balik bertanya. Mengagetkanku.

“Apa?” Aku pura-pura tak mendengar. Memikirkan kenapa ia bertanya seperti itu.

“Ya, aku suka anak-anak,” Dia mengangguk-angguk. Air mata membelah pipinya, “lebih dari yang seharusnya.”

Kali ini ia tertawa. Tawa seperti mentertawakan kesedihan dalam dirinya sendiri. Tawa tanpa suara. Sebatas ekpresi saja.

“Dari mana kamu tahu aku berbeda? Apa perbedaan itu terlihat terang, Sen?” Ia mengulang tawa itu lagi. “Ah, ya. Kamu pecinta Sherlock Holmes. Kamu Sherlock Holmes.”

“Maaf. Bukan—“

“Seno memang penyidik hebat!”

Aku tak pernah membayangkan hal ini. Pertanyaan awal itu menciptakan ngeri dalam dada sendiri. Bayangkan saja, hanya ada dua orang di kamar ini. Satu, adalah penyidik yang tak pintar benar berkelahi. Satunya lagi, orang yang memiliki penyakit cukup menakutkan. Dan dua jam yang lalu, ia mencoba bunuh diri. Dalam keadaan kacau begini salah satu atau keduanya bisa saja mati. Ada yang membunuh atau terbunuh.

“Kamu boleh membawaku ke kantor polisi, Sen. Tapi, sebelum itu, tolong dengarkan ceritaku.”

Aku mendongak ke arahnya.

***

Apakah kamu pernah melihat anak jalanan sambil memegang gitar kecil, bernyanyi dengan suara pas-pasan saat lampu sedang merah? Bukannya menghibur malah terdengar memusingkan kepalamu yang sudah penuh dengan masalah. Karenanya, ada seseorang yang dengan cepat menutup kaca mobil, memaki entah itu dalam hati dan yang lainnya mengisyaratkan dengan tangan “Pergi! Daripada gua hajar, palak lo benjol!”

Tolong, maafkanlah mereka.

Anak-anak jalanan dengan baju lusuh dan bau busuk menyengat. Karenanya, seseorang menutup hidung mungkin itu kamu dan pastinya bukan aku. Karena aku pernah menjadi anak jalanan itu.

Kami terlahir entah karena mewarisi karma atau entah ada dosa dalam diri yang membuat kami menjadi anak jalanan yang malang. Harus bekerja mencari uang untuk disetor kepada kepala pemimpin di bawah jembatan atau tempat-tempat tersembunyi yang tak pernah kamu tahu.

Anak-anak jalanan itu lahir karena orang tua yang tak bertanggung jawab atau kehidupan ekonomi atau apapun alasannya yang semua itu bukanlah benar. Karena yang benar selalu samar dan yang salah selalu bisa menyamar jadi benar.

Aku; anak yang dijual kepada kepala pemimpin untuk menjadi anak jalanan. Bolehkah aku membuat pernyataan bahwa tak semua orang tua berhak punya anak? Tetapi, Tuhan yang tak pernah kusangkal keberadaannya menciptakan hal semacam itu. Dan, aku terlalu dangkal untuk melihat makna kenapa semua ini terjadi kepadaku.

Aku dilecehkan. Disodomi oleh kepala pemimpin. Tak cuma sekali dan tak cuma oleh satu orang. Setelah dewasa aku berhasil keluar dari pekerjaan itu. Tetapi, menjadi sakit; ketertarikan seksual hanya pada anak-anak.

***

“Sen,” ia menggenggam tanganku. Sumpah! Aku benar-benar takut dan gemetar sekarang. Tak bisa kusembunyikan. “Aku memiliki ketertarikan hanya pada anak-anak! Selama dua puluh tahun aku menahan keinginan seksualku ini. Rasanya sakit! Aku berani sumpah belum ada korban. Karena aku tahu, betapa lebih menyakitkan hal itu. Jadi, tolong sembuhkan aku, Sen…”

Rey menggenggam tanganku lebih erat. Air matanya sudah jatuh, bukan hanya membasahi pipinya. Tapi hatiku. Sesak mendengarnya.

Aku menggeleng. Tak bisa melakukan apapun. Dan tak mengerti tentang ini.

“Apakah aku harus dikebiri, Sen? Nggak ada cara lain?” Ia mengguncangkan bahuku. Lagi-lagi aku beku.

“Kamu tidak akan ke kantor polisi atau dikebiri, Rey,” kataku mencoba meredakan apa-apa yang terasa tak enak. “Saya akan pikirkan caranya. Kamu pasti sembuh. Tapi, bukan bunuh diri. Ngerti? Kamu bisa sabar, kan?”

Rey berterima kasih dan mengiyakan. Kemudian kami membereskan kamar dan memar di pipinya.

***

Aku selalu menyempatkan diri mengunjunginya setiap hari. Satu bulan. Tiga bulan. Masalah Rey belum juga terpecahkan. Kondisinya buruk. Badannya kurus.

Tapi, di bulan ke-empat ia terlihat lebih bahagia daripada sebelumnya.

“Sen,” katanya suatu ketika, “ Tuhan sudah menanam penyakit ini. Itu artinya, penyakit ini adalah bagian dari diriku. Yang mesti kulakukan hanyalah menerima. Terima tapi tidak hanyut. Mungkin penyakit ini ada karena dosa yang pernah kulakukan dan nggak kusadari. Aku menerima diriku. Aku memaafkan aku. Kamu nggak perlu repot ke sini lagi.”

Hari Jum’at pagi, aku menemukan slogan iklan dalam bahasa Jerman dari Dunkelfeld Prevention Project yang bunyinya;

    "Apakah Anda menyukai anak-anak lebih dari seharusnya? Kini ada pertolongan."

Cepat-cepat aku mengunjunginya. Ini berita penting! Menurut ahli perawatan radikal untuk paedofil, Rey adalah kategori paedofil selibat atau “bermoral”; sebatas ketertarikan seksual bukan tindak kekerasannya. Banyak testimoni yang menyatakan paedofil bisa disembuhkan dengan terapi dan kemauan kuat.

"Ini serius?" Rey tak percaya.

"Tentu. Jadi, kapan kita berangkat?"

"Kita?"

"Selama ini, aku juga menghindari anak-anak. Bedanya, aku lebih pintar menyembunyikan."

Rey melongo. Beberapa saat kemudian ia menepuk bahuku.


2 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Menulis Hujan

16:03 Unknown 5 Comments



Kenangan itu serupa langit yang menurunkan hujan; tak bisa dicegah, tak bisa dihentikan. Dinikmati saja sampai ia reda dengan sendirinya.

Aku tidak menulis kisah orang lain. Aku menulis kisah Hujan; pemuda yang menjalani proses rumit dalam hidup.

1.

Di usia TK, ayah Hujan pergi meninggalkan ia dan ibunya untuk menikah lagi. Sehari setelah kepergian ayah dari rumah; ibunya gantung diri. Jadilah, kakek dari ibunya yang mengurusi.

“Kenapa saya diberi nama Hujan? Nama yang aneh.”

“Mulutmu itu!” kakek menjawil bibir mungilnya. “Hujan itu rezki Tuhan yang suci. Mutlak.”

“Tapi, Mbah Laseh bilang; hujan bisa bikin sakit.”

“Tidak semua. Yang bikin sakit itu hujan panas. Hujan waktu langit sedang cerah-cerahnya. Hujan panas itu pertanda ada yang meninggal. Kamu bukan hujan jenis itu. Kamu hujan setelah kemarau bertahun-tahun. Berkah.”

Hujan ingat betul percakapan waktu itu. Esok siangnya, air hujan jatuh saat langit sedang cerah-cerahnya. Tepat setelah kuburan kakek ditaburi bunga. Langit ikut sedih atas kematian kakek. Maka, Hujan harus rela diasuh oleh Made, teman ibunya di Bali. Dari sana, ia dewasa dengan melukis.

Tapi, semakin berjalan usia, ia merasa ada yang tak beres dalam hidupnya. Ia selalu mengenang masa lalu dan banyak memikirkan hal yang belum terjadi. Dalam dirinya, tak pernah ada yang namanya kini. Seperti pada pagi ini, ia sembunyi di antara dua batu karang besar di bibir laut dengan satu buku novel setebal 4.215 lembar di genggaman. Terbaca In Search of Lost Time, Marcel Proust. Dua tahun yang lalu, Rena—pacarnya yang memberikan novel itu.

“Maaf,” kata Hujan menolak sopan, “kamu tahu saya nggak suka baca yang terlalu panjang. Daripada buku ini jadi debu atau dimakan rayap. Sia-sia.”

“Cuma 4.215 lembar, kok.”

“Hah?” Ribuan lembar dibilang cuma. Untung saja Rena kekasihnya. Hujan mengusap dahi yang sudah berkeringat dari tadi. Ombak laut mengisi jeda percakapan mereka.

“Kamu harus hargai penulisnya, dong!” Rena kembali menyodorkan buku itu. Hujan tak langsung menerimanya. Ia menatap Rena dalam, hampir tenggelam.

“Setelah menikah, kamu beneran langsung cerai, kan?”

“Terima dulu bukunya. Satu hari baca satu lembar.”

Terpaksa, Hujan menerima.

“Ya, kan, Ren?” Hujan mengulang lagi.

2.

Perbedaan selalu dipermasalahkan dan didebatkan. Tak ada habis-habisnya. Malah, dari sana timbul hati yang terluka. Di ruang tamu berdekorasi klasik, kursi ukiran lama yang mengkilap dan bau kayu cendana tanda rumah sudah tua, perbedaan itu ditampakkan.

“Saya serius menjalin hubungan sama anak Bapak. Dan saya siap menikahinya.” ikrar Hujan di depan keluarganya (pada saat itu ada kedua orang tua, dua kakak perempuan beserta suaminya dan satu orang tak Hujan kenal)

“Bapak hargai maksud kamu. Tapi...” Tak pernah ada yang suka mendengar kata tetapi setelah sebuah penghargaan. “Tidak bisa. Kamu belum punya pekerjaan.”

“Saya bekerja sebagai pelukis.”

“Berpenghasilan tetap?”

Semua orang ingin tetap. Tak ada perubahan-perubahan yang tak diinginkan. Tetapi, apa yang tetap? Semuanya bergerak dari detik ke detik. Hujan sangat tersinggung. Ingin dia utarakan pendapatnya itu tapi tak ada kesempatan. Bapak Rena lebih banyak menuding.

“Tidak, kan?” vonis bapaknya. Lebih kepada merendahkan.

Hujan mengangguk positif.

“Tidak cuma itu. Lukisanmu juga belum memiliki pelanggan setia. Ya, kan?”

 Lagi, Hujan mengiyakan.

"Ini Bayu," Ditampilkan orang yang tak dikenal Hujan di percakapan itu. "Dia pengusaha batu bara. Muda, mapan dan sukses."

Hati Hujan pilu. Ia sudah cukup tahu bahwa ini penolakan kasar.

"Kalau boleh tahu; apa cita-cita Bapak sewaktu kecil?" tanya Hujan ramah. Bapaknya tertawa.

"Pilot. Kenapa?"

"Tidak terwujud, kan?"

Pernyataan itu menghadirkan keheningan paling sunyi. Hujan beranjak dari kursi dan lantas pergi. Ketika Hujan keluar dari rumah Rena, terbesit harapan agar langit yang sedang cerah-cerahnya itu menurunkan hujan. Pertanda untuk Bapak Rena. Tapi, sayangnya itu tak terjadi.

3.

Di antara dua batu karang itu, Hujan mengenang Rena lagi. Selalu. Pagi ini, ia sudah membaca sampai halaman 4.215, yang itu artinya; hari ini ia mengkhatamkan novel terpanjang yang pernah ia baca. Meskipun banyak kata dan kalimat yang tak ia mengerti.

Hujan berjalan mendekati air laut. Suara keras debur ombak yang menghantam batu-batu karang tak juga bisa meredam kenangan yang berputar di kepalanya itu. Lagi, seperti hujan, kenangan itu jatuh tanpa bisa dicegah.

“Setelah menikah, kamu beneran langsung cerai, kan?”

“Terima dulu bukunya. Satu hari baca satu lembar.”

Terpaksa, Hujan menerima.

“Ya, kan, Ren?” Hujan mengulang lagi. Rena berjalan menjauhi Hujan. Sesekali ia menendang air laut entah untuk apa. Hujan mengejar. Mendapati tangan Rena.

“Jawab, Ren.”

“Aku tidak tahu.”

“Apa harus saya yang kasih tahu cara agar bercerai? Atau yang mengurusi perceraian? Apa susahnya, sih, buat kesan calon suamimu itu bersalah agar hubungan kalian berantakkan?”

“Aku pasrah, Sayang. Jalani apa yang ada sekarang. Jadi lakon.”

“Lalu untuk apa kamu ke Bali, ke sini, nemui saya?”

“Perpisahan.”

Perlahan, Rena melepaskan diri dari genggaman tangan Hujan. Sebaliknya, ego Hujan untuk memiliki Rena, masih kuat, tak mudah dan tak mau lepas.

“Kita mesti sama-sama belajar untuk nggak mengharap apapun saat mencintai atau memberi. Cuma itu satu-satunya cara biar nggak ada yang namanya patah hati. Kecewa.”

“Nggak bisa, Ren. Semua udah terlanjur.”

“Belajar, Sayang.”

“Jangan panggil 'sayang' kalau pada akhirnya kita nggak bisa bersama. Kamu tahu, ini menyakitkan, Ren.”

“Ya. Kita nggak bisa bersama,” Rena lebih dulu menitikan air mata. “Nggak akan pernah!”

Kemudian Rena meninggalkan Hujan sendirian bersama remah-remah kehancuran. Langit berubah mendung. Tak perlu hitungan menit, ia menumpahkan kesedihan. Air dari langit dan air dari kedua mata Hujan saling berlomba; siapa yang lebih dulu reda?

4.

Tamat.

Novel yang dibaca Hujan akhirnya selesai juga. Tak ada tulisan Rena di selembar kertas pada bagian akhir novel itu. Tak ada jejak apa-apa yang ditinggalkan Rena dalam buku itu. Juga tak ada kabar tentang Rena setahun ini. Lagi-lagi harapan Hujan patah. Sunyi di dalam hatinya terasa tambah nyeri. Perpisahan itu benar-benar menjadi yang terakhir antara mereka. Dan buku tebal yang ada di tangan, tak cukup menyembuhkan lukanya.

Hujan mendekati air laut. Siapa tahu, laut bisa melarutkan kepedihannya itu.

Tiba-tiba, langit yang sedang cerah-cerahnya menurunkan air hujan. Ini yang namanya hujan panas kata kakek tempo dulu.

Tapi, siapa yang meninggal?
 

Tanpa tersadar, Hujan sudah mendekati air laut sampai seluruh tubuhnya tenggelam.

Aku tidak menulis kisah orang lain. Aku menulis Hujan; pemuda yang menjalani proses rumit dalam hidup.

5 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Teman Paling Setia

07:46 Unknown 5 Comments



Dewasa ini, Mbah-mbah nggak seperti anak-anak lagi.

Pembukaan macam apa itu. Maap. Abaikan!

Dalam hidup, ada sebuah titik di mana kita memiliki waktu dan keadaan sendiri. Nggak ada orang lain, temen-temen, kecuali diri sendiri. Itu yang saya alami pagi ini. Orang-orang sibuk dengan kehidupannya masing-masing, temen-temen sibuk dengan urusannya masing-masing, keluarga sedang nggak di rumah. Mau telpon atau chat temen takut ganggu, mau ngelamar perempuan biar rame tapi nggak tahu siapa itu. Kamu bacanya terharu nggak, Mbak?

Maka, nggak ada temen lain yang bisa nemenin saya pagi ini selain minuman hangat. Kali ini, saya pilih kopi. Segelas aja cukup. Ngomongin tentang temen, kopi punya ikatan yang cukup kuat bagi saya.

Seingat saya, entah malam apa rumah saya kedatangan tamu yang nggak lain; tetangga atau temen-temen kakak. Spontan saya bangun karena denger suara gitar yang dimainin salah satu temennya. Suaranya nggak besar memang, tapi telinga saya cukup peka kalo denger yang begituan.

Di satu ruangan, mereka asik ngobrol dengan makanan cemilan dan beberapa gelas kopi di atas meja. Karena nggak bisa tidur, saya ikut nimbrung masuk ke dalam obrolan. Dari obrolan itulah, pertama kali saya menyentuh dan berkenalan dengan kopi secara “serius”.

Kopi memang wataknya pahit. Tapi, di sisi lain dia selalu jadi bagian paling manis, antara lain di sela-sela obrolan akrab; mencecap kopi adalah jeda obrolan paling nikmat. Kopi juga berperan penting di waktu sibuk bekerja; dia bisa bikin melek dan bekerja lebih selo. Atau saat sendiri; kopi bisa mencegah kamu bunuh diri. Hahapaan ini.

Karakter kopi itu tulus. Dia mau nemenin kita dalam keadaan senang atau sebaliknya. Saat diri sendiri sedang baik atau sebaliknya. Saat sedang jaya atau bokek-bokeknya. Kopi emang temen yang nggak pilih-pilih kasta, fisik atau jenis kelamin kita. Semua sama dihadapan kopi. Beh…

Itu salah satu hal yang buat saya suka kopi. Walaupun di sudut lain ada yang pro dan kontra soal kopi, itu bukanlah masalah. Tiap orang memiliki definisi kopi beda-beda. Baik atau buruk. Dan, perbedaan ada bukan untuk didebatkan.

Tapi bagi saya sekarang, SEKARANG; terkadang kopi mampu menjadi temen paling setia lebih dari yang bisa manusia atau temen-temen lain lakukan. Kopi; temen paling setia selain diri sendiri. Kopi; temen yang lebih setia dari kamu.

Selamat ngopi…

Ngopi tugas-tugas kuliah. Eh, bukan ngopi yang itu, Mbak!

5 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Alasan Ayah Tidak Menikah

16:23 Unknown 2 Comments

foto by Google

Aku mencintainya tanpa bisa diukur dengan luas samudra, kedalaman laut atau ketinggian puncak Everest. Semuanya itu tidak lebih dari debu dibandingkan dengan cinta yang kumiliki ini.

Dengan cinta, aku bisa terbang menembus langit paling tinggi juga bisa jatuh ke paling dasar perut bumi.

Tapi di keduanya, kamu hadir menyelamatkanku.

Hari ini adalah hari yang sudah ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya; saat kita berjalan santai bersama pada pagi yang sejuk di sepanjang jalan yang dipayungi pepohonan. Ayah tak menyangka pertumbuhan usia kamu seperti laju kereta api yang amat cepat, tak terasa dan tiba-tiba saja sudah sampai. Kamu akan segera menikah, dan itu artinya ayah bakal kembali sendiri. Sepi; melakukan segala sesuatu yang tak melibatkanmu.

“Aku akan sering-sering mengunjungi Ayah. Ayah tenang aja.” katamu saat kita beristirahat di bibir jalan.

Kesepian seperti apa yang bikin tenang, Nak? Karena rindu lebih banyak dinas di waktu sepi. Meskipun ayah sudah tua, tapi masih tahu jarak Jakarta dan Bali bukan sepanjang lengan.

“Tenang? Memang ayah kelihatan panik, ya?”

Kemudian kamu tertawa, anak gadis paling manis. Andai kamu tahu, seberanjak tua apapun dirimu nanti, kamu tetap anak gadis paling manis di mata ayahmu ini. Ayah tersenyum.

“Boleh aku bertanya?”

“Belum dibolehkan saja kamu sudah bertanya, Nak.”

“Aha…iya." Ada sedikit jeda. Sepertinya kamu berpikir. "Kenapa Ayah tidak menikah?”

Pertanyaanmu selalu sulit dijawab. Dari kecil, dari pertama ayah melihatmu, isi kepalamu memang berbeda dengan yang lain. Di kepalamu itu seperti ada buku sebanyak di dunia dikumpulkan jadi satu. Ah, siapa lagi yang bisa meninggikanmu kalau bukan ayahmu ini, Nak. Ayah jadi ingat pertama kali menemukanmu.

Waktu itu umur ayah 30 tahun. Laki-laki bercelana jeans robek. Pemabuk. Tapi, tetap tidak suka makan velg motor. Itu artinya ayahmu ini masih waras saat menemukanmu meski dalam kondisi setengah sadar. Dari kejauhan ayah sudah melihat ada anak kecil berdiri di bibir jembatan jalan panjang. Kamu memegang besi pembatas sembari memandangi sungai deras di bawah. Ayah berpikir kamu akan loncat dan tamat.

Karena itu ayah percepat jalan yang memang sudah sempoyongan itu untuk menyelamatkanmu. Tapi, sesampai di dekatmu, kamu malah santai dan tersenyum kepada ayah.

“Besar nilai Ibu atau nilai surga?” Kamu langsung bertanya seperti itu. Ayah yang melihat tubuhmu berbayang-bayang tertawa terpingkal-pingkal dengan botol bir di tangan. Orang mabuk kamu tanya seperti itu.

“Telapak kaki Ibu itu kan bagian paling bawah. Apa surga serendah itu?” Pertanyaan pertama belum ayah jawab, kamu melempar pertanyaan kedua lagi. Tambah lucu.

“Menurut pemabuk; kenapa surga ada di telapak kaki Ibu?”

Pertanyaanmu yang terakhir membuat ayah terdiam. Bir di tangan jatuh dan pecah di aspal. Bersamaan itu juga ada kepingan-kepingan yang berserakan di dalam diri bernama kenangan yang ayah coba pungut kembali. Kamu sekejap membuat ayah mengenang. Dan ayah merasa menemukan cinta di depan mata. Cinta baru yang bertubuh mungil dengan baju gaun dan senyum amat manis. Lalu ayah bawa pulang dengan bergandeng tangan.

“Aku diturunkan Ibu dari mobil dan ditinggalkan di tengah jalan itu. Ibuku, surgaku. Aku kehilangan itu.” ceritamu saat kita sudah sampai di rumah.

“Berapa umurmu?”

“7 tahun.”

“Wah…kamu besok masuk sekolah. Malam ini, ayo kita cari Ibumu!” Ayah menarik lengan mungilmu itu. Tapi, kamu berusaha menahannya.

“Aku paham dan mengerti. Ibu sudah membuangku. Itu artinya, aku tidak ada artinya lagi.”

Kata-katamu menghilangkan kata-kataku. Tak ada lagi yang bisa ayah katakan dalam keadaan sedikit mabuk itu. Ruangan dikuasai keheningan. Hanya ada bunyi kipas angin.

Dan selanjutnya ayah mengangkatmu menjadi anak. Kamu bilang kamu yang beruntung. Tapi, sebenarnya ayah, sayang. Kamu mengajarkan pada ayah agar tidak kalah dengan hidup.

“Kenapa kamu mau tinggal dengan saya?” tanya ayah suatu ketika. Ayah ingin mendengar jawaban yang mengejutkan dari bibir mungilmu itu.

“Karena pemabuk itu tidak ada yang mengurusi. Hehe.”

Kamu berhasil membuat ayah senang.

“Ayah?” Kamu mengibaskan tangan, menyadarkan lamunan ayah. “Aku serius. Kenapa ayah tidak menikah? Ayah masih tampan, kok.”

Kamu meraba wajah ayah. Pertanyaan ini sama sekali tidak menarik.

“Ayah akan ceritakan di hari Sabtu. Pulang, yuk! Ayah pingin ngopi.”

***

Hari ini adalah hari yang sudah ditentukan jauh-jauh hari sebelumnya. Hari ini adalah hari Sabtu. Kita sudah duduk santai di kursi sederhana sembari menunggu matahari terbenam. Sudah ada dua gelas kopi di meja. Kamu diam saja. Ayah bingung harus memulai cerita dari mana, Nak. Ayah bukan penulis sepertimu.

“Jadi, gimana ceritanya, Yah?”

Nah, kenapa tidak bertanya dari tadi.

***

Pada waktu SMA, ayah menyukai perempuan. Namanya Nina. Ia perempuan paling pintar di kelas. Dan yang lebih penting, ia pintar merawat senyumnya untuk ayah. Hari-hari sekolah ayah amat membahagiakan, tapi berhenti manakala tiba kelulusan.

“Aku tidak kuliah di Jakarta. Keluarga kami akan pindah.”

Hati ayah menciap-ciap. Tidak ingin. Tapi, tidak ada yang bisa dilakukan. Ayah mengangguk. Pasrah.

Setahun kami masih berkomunikasi dengan baik meski dalam jarak. Tapi, di bulan berikutnya ia minta putus.

“Ini nggak adil!” Ayah protes.

“Ibu yang menginginkannya. Aku nggak bisa nolak kalau Ibu yang minta.”

“Oke, kita bubar. Berhenti pacaran. Tapi, kita masih bisa berkomitmen. Kita masih satu rasa.”

“Untuk apalagi?”

“Kenapa masih tanya, sih?”

“Pacaran atau nggak, dua-duanya enggak ada artinya lagi. Pada akhirnya aku nggak menikah dengan kamu. Aku sudah dijodohkan.”

Ayah gelimpangan mendengarnya. “Kapan?”

“Minggu depan.”

“Saya akan ke sana.”

“Untuk apalagi, sih?”

Ayah memutus panggilannya. Minggu depan adalah waktu yang amat mepet jika ingin mengumpulkan uang untuk membeli tiket pesawat. Ayah tidak mampu. Maka pernikahan itu tidak jadi kacau. Malah sebaliknya; pernikahan mereka meriah dan membahagiakan. Kata teman ayah.

***

“Kemudian Ayah frustrasi dan menjadi pemabuk?” katamu menerka.

“Kemudian ayah menemukanmu.”

“Dan pensiun jadi frustrasi,” Kamu meneruskan.

“Dan pensiun jadi pemabuk,” Ayah menambahkan.

“Ayah sangat mencintai perempuan itu, ya?”

Ayah mengangguk. “Ayah sangat mencintaimu.”

***

Di hari pernikahanmu segalanya berjalan dengan amat lancar. Keluarga baru kita amat berbahagia dengan pernikahan ini. Diam-diam ayah keluar dari kerumunan dan mencari tempat untuk menyendiri. Menyalakan sebatang rokok dan menikmatinya pelan-pelan.

“Aku minta maaf,” kata Ibu mertua barumu yang diam-diam mengikuti ayah dari belakang.

“Semua sudah terjadi. Nggak ada yang salah, Nina.”

“Nggak ada juga yang bener?”

“Tuhan?” Ayah tersenyum. “Menuruti perintah Ibu itu hal yang baik. Buktinya pernikahan kamu membahagiakan.”

“Menurutmu; kenapa surga terletak di telapak kaki Ibu?”

Pertanyaan ini lagi. Pertanyaan sebelum Nina memilih menikah. Pertanyaan ini juga yang membuat ayah mengangkatmu menjadi anak.

“Karena yang ada di hati Ibu; itu kita.”

“Kenapa kamu nggak menikah, Dimas?”

“Karena kamu menikah, Nina.”

Ayah mengakhiri riwayat rokok yang belum tandas. Tak kuat ayah mengobrol dengannya. Itulah alasan ayah tidak menikah.

Aku mencintainya tanpa bisa diukur dengan luas samudra, kedalaman laut atau ketinggian puncak Everest. Semuanya itu tidak lebih dari debu dibandingkan dengan cinta yang kumiliki ini.

Dengan cinta, aku bisa terbang menembus langit paling tinggi juga bisa jatuh ke paling dasar perut bumi.

Tapi di keduanya, kamu hadir menyelamatkanku, Anakku.

Aku tak terbang terlalu jauh, juga tak hancur di dalam jatuh.

Selamat menikah, berbahagialah bahkan sampai maut pun tak bisa menghentikan.

2 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

5 Tips Menulis Cerpen Untuk Media Online

13:00 Unknown 0 Comments


foto by Google



Akhir-akhir ini dunia menulis semakin banyak diminati apalagi oleh para remaja. Menuangkan perasaan ke dalam tulisan memang terkadang meredakan sekaligus melegakan. Kabar baik selain itu, bagi yang sedang senang-senangnya menulis karya fiksi dalam bentuk cerpen, ada banyak media yang siap menampung karya-karya kita tersebut, tentunya dengan timbal balik yang cukup membahagiakan alias ada honor yang lumayan.

Cerpen-cerpen di media online sekarang tak kalah menarik dengan cerpen-cerpen yang ada di koran-koran lokal. Penerimaan naskah cerpen di media online juga memiliki penyeleksian yang ketat, lebih ketat dari singlet mas-mas nge-gym. Dan tak sembarang bisa diterima.

Nah, kali ini temannulis.com ingin berbagi tips menulis cerpen untuk media online. Bagaimana, ya?

1. Tentukan Tema

Pokok cerita yang sedang tren seringkali lebih mendapat perhatian di media online. Jadi, usahakan dalam menulis cerpen adalah mengenai topik permasalahan yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Tetapi, menentukan tema seperti itu bukanlah keharusan.

2. Tentukan Judul

Judul sangat penting, apalagi untuk media online. Karena, hal pertama yang membuat orang tertarik membaca cerpen kita adalah judul. Dalam menentukan judul, sebaiknya jangan yang memberitahukan atau menunjukkan jelas isi cerita. Seperti misalnya; Hatiku yang terluka lagi. Buatlah judul yang membuat pembaca penasaran. Seperti misalnya; Penghulu Gay. Dari dua judul tersebut mana yang lebih menarik untuk dibaca?

3. Paragraf pertama

Dalam menulis cerpen, paragraf pertama ini juga sangat penting. Ini awal mula pembaca tetap lanjut membaca atau berhenti. Dalam menulis paragraf, sebaiknya cukup 2 sampai 4 baris saja. Karena jika lebih dari itu, dikhawatirkan pembaca bakal merasa bosan. Atau baru melihat paragraf yang terlalu panjang saja sudah merasa malas.

4. Mengenai Panjang Cerpen

Nah, kalau bagian ini tergantung media online mana yang ingin kamu bidik. Biasanya tiap media online yang menerima cerpen memiliki syarat dan ketentuan masing-masing. Nah, tinggal dari kitalah yang mesti mengikuti syarat tersebut.

5. Kirim

Jika cerpen sudah dirasa cukup, tak perlu ragu-ragu lagi; kirim! Soal diterima atau tidaknya, tak perlu dipusingkan.

Oh, ya. Ada banyak media online yang menerima naskah cerpen, seperti kompasiana, cerpenmu dan lain-lain. Tapi, salah satu media yang kami tahu memiliki honor sebagai bentuk apresiasi jika cerpen kita dimuat di web-nya adalah basabasi(dot)com. Mengenai perihal syarat dan ketentuan mengirimnya, silakan cek web tersebut.

Kami kira itu saja yang bisa kami bagi mengenai tips menulis cerpen untuk media online. Jika ada tambahan, silakan tulis di kolom komentar. Terima kasih.

Penulis; kru temannulis.com

0 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Ingin Belajar Menulis Artikel? Ini Cara Sederhananya.

16:46 Unknown 3 Comments

foto by Google


Ada bagian di mana nggak semua bisa selesai dengan mengatakan atau mengucapkan. Kadang, ada waktu di mana segala perasaan hanya reda kalau sudah dituliskan. Kali ini kami bakal sharing mengenai dunia menulis dalam aspek lebih menyempit, yaitu menulis artikel.

Menulis artikel begitu penting kalau kamu memiliki sebuah website untuk berbagi informasi. Dengan menulis artikel juga, pikiran-pikiran yang menggumpal di otak bisa dipindah ke dalam tulisan.

Nah, bagi kamu yang masih asing dan kaku untuk menggerakkan tangan dalam menulis artikel, berikut ada sedikit cara sederhana menulis artikel bagi pemula;

1. Tentukan tema tulisan

Tema adalah ide pokok tulisan. Tema inilah asal muasal pembahasan apa yang ingin kita tuliskan. Dalam memilih tema, sebaiknya nggak perlu yang rumit. Maksudnya, tema yang ingin kita bahas adalah yang paling kita pahami.

2. Kumpulkan data dan fakta mengenai tema yang kita pilih

Setelah memilih satu tema yang ingin kita bahas, ada baiknya kita kumpulkan referensi-referensi mengenai tema itu untuk mendukung tulisan kita nantinya. Data dan fakta itu amat penting agar tulisan kita lebih bernutrisi, bisa dipercaya dan diterima dengan baik. Referensi bisa dicari dengan browsing di google, mengamati, atau bertanya langsung ke narasumber yang benar-benar tahu.

3. Menulis sekarang!

Saat kedua hal di atas sudah siap, yang mesti kita lakukan tentu saja menulis sekarang. Sekarang dalm definisi nggak perlu ditunda lagi.

Nah, pada bagian menulis ini, biasanya untuk penulis pemula bakal menjumpai hal-hal seperti agak kaku menggerakkan tangan, bingung kata-kata apa yang ingin dituliskan di awal atau sudah dipertengahan tapi mandek dan lain-lain.

Ada sedikit tips dan hal-hal yang mesti kita perhatikan ketika memulai menulis, ialah;
- Menulislah seperti kita berbicara. Maksudnya, gaya bahasa tulisan sama seperti kita berbicara. Selo atau santai dan nggak memikirkan kata-kata indah yang mengangkasa.

- Jangan mengedit selagi menulis. Maksudnya, saat menulis yang kita lakukan adalah menulis saja. Jangan menghapus tulisan yang sudah kita tulis sebelumnya dan menggantinya dengan kalimat yang lebih tepat. Menulis dan mengedit itu dilakukan pada waktu yang berbeda.

- Menulis dengan hati. Maksudnya, menulislah dengan rasa dalam diri agar yang membaca pun merasakan ada rasa dalam tulisan yang kita tulis.

- Mengakrabi dunia menulis. Wajar kalau baru sekali menulis kita merasa amat kaku. Tetapi, kalau kita membiasakan menulis, semuanya akan mudah dengan sendirinya. Karena menulis bukan bakat, menulis adalah latihan mengasah bakat.

Yap. Itulah cara sederhana menulis artikel bagi pemula yang bisa kami bagikan. Mudah-mudahan bisa membantu. Terima kasih sudah mampir dan baca. Selamat menulis!

Ohya. Menurut kamu bagian mana yang membuatmu sulit menulis artikel?

3 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Mau Kerja Di manapun dan Kapanpun? Jasa Penulis Artikel atau Content Writer Bisa Jadi Pilihannya

10:05 Unknown 11 Comments


Foto by Unsplash.com

Kalau tidak salah sabtu pagi, saya membuka fb dan mendapati ada satu pesan dari teman lama yang berada di Jogja. Inti pesan itu adalah menawarkan pekerjaan dan membutuhkan saya sebagai pekerja. Yap. Pekerjaannya menulis artikel untuk website yang sedang ia bangun.

Sedikit aneh; kenapa harus saya?

Mengenai dunia tulis menulis, saya akui tulisan saya sama sekali belum berkualitas. Sedikit sekali penghargaan yang sudah saya dapat dari menulis. Memang, tulisan saya sudah banyak dimuat di buku-buku, sih. Tapi, kan baru buku Sidu, Mas. HEHE.

Awalnya saya ragu. Tapi, dia menyakinkan. Bener-bener nih orang.

“Gak apa-apa. Dicoba dulu. Sehari bisa nulis berapa artikel?” kata dan tanyanya.

“Gak lebih dari 2,” balas saya.

“Oke. Gak apa-apa. Berapa saya harus bayar kamu dalam sebulan?”

Nah…bagian ini yang membingungkan sekaligus menjadi pertanyaan paling merdu di dengar kedua telinga.

“20 juta. Sanggup?”

“Wah…terlalu tinggi untuk awal-awal.”

“Yasudah. Sukro serenteng aja, Mas. Sama beng-beng dingin satu. Sambel pisah.”

Sebentar, apa sih yang dikerjakan penulis artikel atau content writer itu?

Bagi yang masih asing dengan jasa penulis artikel, saya jelasakan sedikit, ya. Kalau sudah tahu silakan dilewati saja. Yang dikerjakan penulis artikel itu tentu aja menulis. Menulis artikel dengan konten sesuai pesanan. Contoh konten yang biasa dipesan; copywriting (mengiklankan produk), event, kesenian, travelling, kuliner, sepak bola dan lain-lain.

Tema artikel sudah mereka tentukan. Jadi, tugas kita menulis sesuai artikel yang dipesan (diperhatikan juga gaya tulisan kita). Ada yang minimal 300 kata, 500 kata dan lainnya. Pekerjaannya bisa dari jauh. Cukup mudah kalau kita punya laptop dan koneksi internet. Jadi, bisa dikerjakan di manapun dan kapanpun. Seperti itu.

Berapa gaji jasa penulis artikel atau content writer?

Tiap gaji bervariasi. Tergantung pesanan artikel (300 kata atau 500 kata) dan berapa banyak artikel yang bisa kita kerjakan dalam sehari. Biasanya, kalau dihitung-hitung tiap satu artikel dengan panjang 300 kata diapresiasi dengan harga 5.000 – 10.000 rupiah. Sedang dengan panjang minimal 500 kata 9000 – 20.000. Bahkan ada yang sanggup membayar 50.000 sehari. Hitung saja perbulannya sesuai artikel yang bisa kamu kerjakan sehari. Jasa penulis artikel ini bisa jadi pekerjaan sampingan atau kalau sedang kepepet butuh uang. HEHE.

Tertarik? Di mana bisa menemukan lowongan jasa penulis artikel?

Lowongan penulis artikel memang gampang-gampang susah dicari. Apalagi, kalau kita tidak memiliki network atau relasi ke arah sana. Tetapi, kamu bisa browsing di google (cari tahu di website sribulancer(dot)com) atau jika ada yang berminat silakan tulis di kolom komentar e-mail kamu. Untuk apa? Kalau-kalau ada teman saya yang membutuhkan jasa penulis artikel. HEHE.

Thanks maksimal udah mampir dan baca, mba-mas. Jangan lupa minum air putih, ya.

11 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Cara Mudah Membuat Novel ala Devi Eka, Penulis Buku Aku Menunggumu.

19:19 Unknown 6 Comments



Malam minggu kemarin, saya mendadak ingin mewawancarai salah satu penulis yang sudah menerbitkan 3 novel romance dan cukup tenar. Sekarang ia sedang menggarap novel ke empat.

Mungkin lebih tepatnya ini bukan wawancara, ya. Karena saya sama sekali enggak nyiapin pertanyaan-pertanyaan seperti Mba Najwa Shihab di Mata Najwa itu. Yang saya siapin cuma bekal untuk akhirat kelak. Sengaja saya enggak nyiapin itu karena males menurut saya, obrolan ini bakal mengalir dan enggak tertebak aja. Seperti daun kering yang diterbangkan angin. Enggak ada yang tahu pasti bakal jatuh di tanah yang mana.

Oh, ya. Narasumber yang saya pilih adalah mba-mba kece asal Purworejo. Yap. Namanya, Devi Eka. Entah kenapa, malam minggu saya kali ini jadi berasa seperti reporter Lejel TV. HEHE.

Pembahasannya seperti judul; cara mudah menulis novel ala Mba Devi Eka, penulis buku Aku Menunggumu, Morning Gloria dan The Love is Not Blue. Tanpa saya duga sebelumnya, obrolan ini jadi amat menarik dan seru.

Jadi, buat kamu yang pernah punya rasa kesal dengan jawaban dari pertanyaan “Bagaimana menulis novel? Ya, menulis,” pembahasan ini bakal mengobati kekesalan itu.

Silakan menyimak dan masuk ke dalam obrolan kami.

Kenapa Mba Devi Eka kalo diam enggak berbicara?

Aku diam bukan berarti gak bicara kok. Aku bicara dari hati ke hati.

Pertanyaan macam apa ini…

Oke. Serius, ya.

Apa sih yang Mba Devi Eka persiapkan sebelum menulis novel?

Sebelum mulai menulis novel, hal yang biasa aku lakukan buat kopi dulu. Biar pikiran lebih encer. Nah, baru setelahnya siapin pulpen dan buku. Ya, aku menulis di buku terlebih dulu untuk membuat outline atau kerangka cerita (kalau bahan-bahannya sudah siap). Biasanya lebih suka duduk di atas kasur dengan bantal sebagai sandaran kepala. Mau bersandar di bahu diri sendiri pegel.

Apa saja yang ditulis dalam outline?

Karakter tiap tokoh.

Mulai dari kebiasaan, sifat, kelebihan, kekurangan? Gitu, ya?

Ya. Juga dengan model rambut atau gaya berpakaian tokoh. Sampai dia seolah hidup. Biar lebih mudah, perlu adanya tokoh asli. Entah itu artis, anime, atau orang di sekitar kita. Supaya bila suatu hari kita lupa karakter tokoh-tokoh cerita kita ini, bisa dilihat lagi ciri-cirinya.

Dalam outline juga yang ditulis pokok-pokok cerita tiap bab. Dari Bab awal sampai akhir. Usahakan cerita yang akan ditulis jangan melenceng dari outline yang udah dirancang.

Jangan selingkuh dari outline! Karena bisa-bisa cerita gak kelar-kelar. Sebelum nulis outline, siapin dulu bahan-bahannya.

Kalo selingkuh dari pacar? Langsung kelar, ya mba?

Bahan-bahan dalam menulis novel itu…

1.      Tema dan Premis

Seperti yang kita tahu, tema itu ide pokok cerita, sedangkan premis adalah ide cerita yang lebih menyempit. Misal, tema; cinta diam-diam. Premis, cinta diam-diam antara si bisu dan si tuli.

Tapi, pertanyaannya; bagaimana memilih atau menentukan tema, premis untuk calon novel kita?

Jangan cari tema yang jarang ditulis orang. Karena kuyakin enggak ada tema yang bener-bener fresh atau yang baru. Maksudku, sederhana saja; cari tema yang familiar tapi poles dengan ceritamu yang unik.

Kalau premis, bisa didapet dari menggabungkan dua hal yang berbeda dan gak berkaitan sama sekali. Contohnya; Korea dan Kuda Lumping. Itu kan dua hal yg berbeda, tapi bisa diolah dalam satu cerita. Maka tercipta keunikan itu.

Trik gabungin dua hal berbeda jadi satu ini yang buat beda dan unik atau khas tiap-tiap novel? Begitukah, mba?

Ya. Itu salah satu cara membuat novel kita beda dari yang lain. Bisa juga menjadikan itu ciri khas penulis. Tapi, gak semua penulis memakai cara itu. Bisa dengan penulis menuliskan ceritanya     menggunakan gaya bahasa yang beda dari penulis lain. Misal dengan sedikit berpuisi atau dengan     menggunakan alur campuran. Bisa juga dengan menggunakan subyek yang jarang ditulis orang; cinta segitiga antar kucing, misal.

2.      Alur

Jika ada yang belum tahu, alur adalah peristiwa-peristiwa yang membentuk jalan cerita. Secara garis besar ada tiga macam alur. Alur maju, alur mundur, alur maju mundur cantik-cantik.

Gimana, sih, menata alur cerita biar menarik dan bikin penasaran pembaca? Atau sekaligus penulis juga? Hehe.

Hehe. Menurutku alur yang bagus dalam novel itu adalah alur campuran. Jadi pembaca seperti diajak naik roller coster ketika cerita dimainkan. Seru, tegang, menyenangkan. Inget! Alur campuran gak selalu berawal dari alur maju, lalu alur mundur dan alur maju lagi. Bisa divariasikan. Bisa dengan alur maju, lalu alur mundur, alur mundur lagi, baru alur maju. Usahakan ceritamu mengalir, gak loncat-loncat tanpa adanya penanda.

Kurang jelas sama ngalirin cerita biar gak loncat2 dan kasih penanda itu gimana? Bisa disederhanain lagi? Diberi contoh mungkin?
Cerita yang mengalir itu yang nyambung tiap kalimatnya. Jangan awal kalimat, misal; bercerita di Korea lalu kalimat berikutnya bercerita tentang Italia. Gak nyambung kan? Nah, jadi buatlah kalimat yang ngalir.

Kalau alur cerita yang loncat-loncat itu misal scene 1 menceritakan tentang setting sekarang, lalu di scene kedua bercerita tentang masa lalu tanpa ada pemberitahuan itu kejadian berapa bulan atau tahun yang lalu.

Iya. Penanda itu misalnya begini;

Tiga tahun yang lalu..Bla..bla..bla..

Perlu diketahui, penanda itu bisa dengan setting tempat, bisa dengan setting waktu, bisa dengan yang lainnnya.
  
3.      Ending

Nah, bagian ini yang paling saya suka saat menulis novel. Tapi, sayangnya sampai sekarang tulisan saya belum juga sampai ke bagian ini. Malah curhat.

Bagaimana memilih ending yang paling tepat untuk cerita atau novel?

Ending itu penutup kan, ya. Tapi gak harus ending itu menjadi akhir cerita. Ending yg berakhir bahagia sejahtera seperti di negeri dongeng, itu seperti tidak nyata. Meskipun mau dibuat happy ending, jangan terlalu berlebihan seperti negeri dongeng.

Sebentar, ending gak harus menjadi akhir cerita? Maksudnya?

Ya. Ending yang bagus menurutku adalah ending yang bisa menjawab rasa penasaran pembaca. Ini yang dinamakan ending tidak sebagai akhir cerita. Ending ini bisa berupa flash back sesuatu yang belum terjawab di bab-bab sebelumnya.

Ada juga ending menggantung. Yaitu ending yang menyuruh pembaca untuk menebak akhir cerita itu. Semacam open ending.

Secara garis besar memang ada tiga macam ending; sad ending, happy ending, open ending. Tapi sepertinya masih banyak macam ending lainnya, Mas. Pada intinya, ending yang baik adalah ending yang menjawab rasa penasaran pembaca. Menurutku.

Jadi, ending mana yang pas untuk ngakhirin wawancara sederhana kita ini, Mba? Gimana kalo…

Happy tanpa ending.

Eak. Ide yang menarik itu, Mas.



Terima kasih, Mba Devi Eka. Maaf Pertanyaannya gak seru. Hehe.

Sip. Maaf, aku jawabnya ngebosenin. Hehe.


Yap. Begitulah wawancara sederhana saya yang penuh kekurangan. Pertanyaannya memang sudah memenuhi 5W + 1H, tapi salah arti.

What? What? What? What? What? How?

Yamaap.

Oh, ya, ini sedikit komentar dari pembaca buku-buku Mba Devi Eka.


Kalau kamu penasaran sama buku-buku Mba Devi Eka ini, silakan cek di sini dan di sini juga di sini 

Note; Buat Mas-mas yang baca ini, beli bukunya – ajak kenalan. Pamali orang baik enggak dideketin, Mas. Haha.

Thanks maksimal sudah mau mampir dan baca, ya. Mudah-mudahan aja ada manfaatnya. Jadi, apakah ada yang bersedia saya wawancarai untuk malam minggu selanjutnya? Modus….



6 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Cerita Dongeng Anak-anak; Lalat Hijau dan Teman Baru

14:28 Unknown 8 Comments


foto by Google

Beberapa kali naskah cernak atau cerita dongeng anak-anak saya gak ada kabar setelah kirim ke koran-koran lokal. Mungkin saatnya saya harus kirim ke koran Mancanegara. Hehe. Jadi, daripada mubazir dibiarin sendirian di folder laptop, entar debuan atau suatu ketika ilang terkana virus, lebih baik saya posting di blog aja. Kali aja ada yang baca terus difilm-in, kan? Waduh…ketinggian imajinasi saya.

Baiklah ini dongengnya, selamat membaca.


Lalat Hijau dan Teman Baru

Oleh: Mas Agus


Lalat Hijau yang pindah rumah ke tempat baru yang lebih luas dan bagus tak juga membuatnya bahagia. Sudah satu minggu ini, ia belum juga menemukan teman baru.

“Sabarlah, Nak. Pasti nanti kamu punya teman baru.” nasihat Ibunya.

Lalat Hijau kemudian keluar rumah untuk bermain meski sendirian. Berusaha menikmati pemandangan yang ada di sekelilingnya agar tak merasa bosan. Belum lama ia terbang, Lalat Hijau melihat ada dua anak Lalat seumurannya. Kemudian ia mendekat, mengajak berkenalan.

“Kalian Lalat Hitam, ya?” tanya Lalat Hijau. “Boleh aku ikut bermain?”

“Tidak bisa!” Satu Lalat Hitam menghindar.

“Iya. Kamu berbeda dengan kami. Lalat Hijau itu kotor dan jorok!” kata Lalat Hitam satu lagi.

Kemudian dua Lalat Hitam itu menjauh, meninggalkan Lalat Hijau sendirian. Lalat Hijau sedih. Ia ingin segera pulang dan mengatakan pada ibunya bahwa ia ingin pindah rumah saja. Di tempat ini, ia tidak akan menemukan teman baru.

Lalat Hijau kemudian terbang kembali. Di perjalanan pulang, ia melihat binatang kecil tergeletak di tanah. Lalat Hijau mencoba mendekat.

“Tolong…” rintihnya.

“Kamu siapa?” tanya Lalat Hijau ragu.

“Aku Nyamuk. Tolong bawa aku pulang. Aku tak kuat terbang karena sayapku terluka,” mohon Nyamuk.

“Baiklah. Tunjukkan rumahmu.”

Lalat Hijau kemudian menopang tubuh Nyamuk kecil itu, mengantar pulang sampai rumahnya. Beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di kediaman Nyamuk. Keluarga Nyamuk sangat panik saat melihat sayap anaknya terluka.

“Ada apa ini?” tanya Ayah Nyamuk.

“Tidak tahu. Aku hanya menolongnya.” kata Lalat Hijau.

“Ayah, Aku…” kata anak Nyamuk mencoba menjelaskan. Tapi, belum sempat ia menjelaskan, anak Nyamuk itu sudah pingsan. Mungkin lukanya parah.

“Pasti ini karena kau, Lalat Hijau. Ayo mengaku saja!” ancam kakak Nyamuk.

“Bukan!” bela Lalat Hijau.

“Jangan bohong kau, Lalat Hijau!” Marah kakak Nyamuk. “Tubuhmu itu kotor dan jorok. Itu yang menyebabkan adikku tak sadarkan diri. Pergi kau dari sini!”

Lalat Hijau tak bisa apa-apa lagi. Keluarga Nyamuk sama sekali tak ada yang mempercayainya. Ia menangis lalu terbang dengan amat cepat melampiaskan kekecewaannya. Sampai-sampai ia menabrak dinding dan membuatnya pusing.

“Ibu…” rintih Lalat Hijau kesakitan. Kemudian ia tak sadarkan diri.

Saat terbangun, tiba-tiba Lalat Hijau sudah berada di rumah. Di dekatnya ada ibunya.

“Ada apa denganmu, Nak?” tanya Ibunya.

“Ibu, ayo kita pindah rumah saja. Di sini aku tidak akan memiliki teman baru. Semuanya jahat.”

Kemudian Lalat Hijau menceritakan apa yang telah terjadi sebelumnya.

“Ibu bayangkan, aku sudah menolong tetapi malah dituduh. Bukannya mereka mengucapkan terima kasih,” gerutu Lalat Hijau.

“Nak, orang baik itu tidak pernah minta timbal balik atas kebaikannya. Itu yang namanya menolong dengan tulus.”

“Tapi, Bu…” keluh Lalat Hijau masih sakit hati. “Kita juga dibilang bau, kotor dan jorok.”

Belum sempat Ibu menjawab, suara pintu rumah mereka diketuk. Cepat-cepat mereka berdua membuka, melihat siapa yang datang.

“Maafkan kami Lalat Hijau. Kami telah salah sangka. Kami datang ke sini untuk berterima kasih kepadamu,” kata Ayah Nyamuk.

“Benar. Sebagai ucapan terima kasih, semua makanan ini untukmu,” Kakak Nyamuk memberi banyak makanan. “Maafkan kami yang telah menghina kamu. Dulu, Lalat Hijau yang tinggal di tempat kami sangat jahat dan jorok. Tapi kamu berbeda. Kamu Lalat Hijau yang sangat baik.”

“Wah…terima kasih,” kata Lalat Hijau yang heran dengan apa yang dialaminya.

“Kami semua ingin berteman denganmu. Maukah kamu menjadi teman kami?” kata anak Nyamuk yang tiba-tiba muncul dari belakang dan diikuti dua Lalat Hitam tadi.

“Tentu saja.”

Lalat Hijau sangat senang. Ternyata kebaikan yang telah dilakukannya mendapat balasan lebih baik dari yang ia pikirkan. Setiap memberi kebaikan pasti terbalas kebaikan.


Maaf kalo gak menghibur. Haha.

8 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

“Egel dan Owel” Sebuah Cerita Anak-anak Sebelum Tidur.

14:16 Unknown 0 Comments


“Egel dan Owel” Sebuah cerita anak-anak sebelum tidur.
foto by Google


Tanpa sengaja saya menemukan satu file cerita anak-anak yang pernah saya buat tempo dulu. Sudah lama sekali. Kalau nggak salah waktu zaman Megalitikum. Nah, untuk anak-anak yang sulit tidur, kebetulan nih. Coba baca cerita ini deh. Kali aja baru baca judul langsung pagi  ngantuk. Selamat membaca atau dibacakan.

Egel dan Owel

Oleh; Mas Agus


Suatu pagi di tengah sawah yang sejuk, Egel si burung Elang yang gagah sedang berlomba menangkap tikus dengan burung-burung yang lain. Hanya satu yang tidak ikut, Owel si burung hantu.

“Owel itu hanya burung hantu yang tidak bisa apa-apa selain menakuti dengan wajah buruk rupanya saja,” hina Egel.

“Aku tidak pernah berniat menakuti siapa-siapa. Tuhan memang memberiku wajah seperti ini,” bela Owel.

“Ya. Kau burung yang tidak berguna,” kata Elang mentertawainya.

“Aku bisa menangkap tikus.”

Semua burung yang mendengarnya ikut tertawa. Meremehkan.

“Kalau begitu buktikan! Ayo kita berlomba menangkap tikus.” Egel menantang.

Kemudian Owel dan Egel bertengger di tubuh orang-orangan sawah. Bersiap bertanding untuk menangkap mangsa secepat-cepatnya.

 “Satu…dua…” Burung yang lain mulai menghitung. “tiga!”

Kemudian Egel dan Owel terbang bersamaan untuk menikam tikus yang bersembunyi di sawah. Tapi, Owel, si burung hantu itu tidak bisa melihat dengan jelas mangsanya pada siang hari. Itu kelemahannya.

“Dapat!” kata Elang bersemangat menunjukan tikus di gigi tajamnya.

“Ya. Kau menang,” Owel menerima kekalahannya. Ia begitu sedih.

“Lihat ini! Aku mendapatkan mangsa lagi tak lebih dari satu menit,” Kali ini Egel menunjukan anak ayam.

“Akulah yang paling hebat! Kau hanya burung hantu berwajah mengerikan yang suka menakuti petani!” kata Egel sombong.

Owel berusaha agar tetap sabar menghadapi Egel. Dikepakan kedua sayapnya untuk terbang dan kembali ke rumah. Belum sempat Owel menjauh dari Egel, ia mendengar suara berisik para petani. Burung-burung lain terbang menjauh.

“Ini dia elang yang sering memakan anak ayam kita! Ayo kita bunuh saja!” teriak para petani yang menangkap Egel.

Owel bingung bagaimana menyelamatkan musuhnya itu. Saat ia mendekat, Egel sudah dimasukan dalam kurungan besi dan dibawa ke salah satu rumah petani.

*

Pada malam harinya, Owel dengan cepat memangsa tikus-tikus di sawah. Puluhan tikus sudah ia dapatkan. Itulah kelebihan yang dimilikinya dari burung lain. Matanya bisa melihat dengan terang dalam kegelapan. Setelah terkumpul cukup, ia pergi menemui Egel.

“Tidak usah sok baik kau, Owel!” tolak Egel ketika Owel memberinya beberapa tikus.

“Aku hanya ingin berbagi makanan kepadamu. Aku tahu, kamu pasti lapar sekarang,”

“Tidak usah sok peduli! Pergi saja sana! Besok para petani itu akan membunuhku.”

Owel kemudian pergi dan memikirkan cara agar Egel bisa keluar dari kurungan dan tak jadi dibunuh para petani. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Egel dibebaskan dan tak jadi dibunuh. Malah, ia diberi daging ayam segar oleh para petani.

“Berterimakasihlah kepada Owel. Karena dia, kamu bisa bebas dan mendapat makanan enak,” kata petani.

“Bagaimana bisa?” tanya Egel bingung.

“Kami membuat perjanjian. Jika Owel bisa membasmi tikus lebih dari seratus, kamu dibebaskan dan diberi makan setiap hari. Semalam, Owel bisa melakukannya. Dia memang burung yang hebat.”

Mendengar itu, Egel jadi sedih. Ia menyesal atas apa yang dilakukan sebelumnya. Ternyata Owel burung hantu yang baik, yang suka menolong. Egel kemudian terbang dan mencari Owel untuk meminta maaf. Ternyata semua ciptaan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.


Selamat tidur adik-adik. Salam buat mbanya, ya. Eh.


0 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)

Ngomongin Samsung Galaxy Young GT-S6310 (Single Sim)

09:24 Unknown 15 Comments


foto by Goggle


Sebelum ngomongin Samsung Young GT-S6310 ini, kita semua tahu bahwa beberapa tahun ini Samsung memang menjadi handphone yang lumayan banyak diminati. Selain spesifikasi yang mumpuni, harga juga yang bervariasi. Ada yang cukup murah ada pula yang terbilang lumayan. Nah, kali ini saya bakal ngomongin salah satu keluaran produk Samsung yaitu Samsung Galaxy Young GT-S6310. Yuk!

Jangan Langkahi Review Ini

Samsung Young GT-S6310 memiliki tampilan yang cukup menarik dengan dua warna. Hitam dan Putih. Dari spesifikasi yang ditulis adalah 768 ram. Tetapi melihat dari kondisi hp ternyata hanya memiliki 665 ram. Meskipun itu bukan masalah besar, hp Samsung Galaxy satu ini tetap tidak lelet dengan menggunakan kecepatan jaringan HSDPA. Layar sentuhnya juga lembut. Peka. Hanya saja ukuran layar Samsung Galaxy satu ini tidak terlalu besar, hanya 3,27 inci. Dan masih menggunakan system android v4.1.2 Jelly Bean. Lengkapnya bisa kamu baca di bawah ini.






Spesifikasi Samsung Galaxy Young GT-S6310


Tahun Rilis
Febuary - Maret 2013
Versi Sistem Android
Android OS v4.1.2 Jelly Bean
Ram
768 MB
Resolusi Layar
3,27 Inci
Kamera Depan
3, 15 MP
Tipe Baterai
Li-on
Kapasitas Baterai
1300 mAh (6 jam 40 menit)
Tipe Layar
MultiTouch
Kedalaman Warna
256 Ribu Warna
SIM
Satu atau single sim
Kecepatan Processor
1 GHz
Sinyal
3G, HSDPA
Memory
microSD, up to 64 GB (eks.)
4 GB (2 GB user available) int.
Fitur
Mp3, Bluetooth, Wi-fi, Hotspot
MP4, GPS, Email dll.

Kelebihan dan kekurangan Samsung Galaxy Young GT-S6310
Kelebihan;
1.    Ram yang lumayan besar. Hp tidak lelet.
2.    Ukuran handphone yang mudah dibawa dan dikantongi
3.    Mendukung untuk bermain game

Kekurangan;
1.    Layar yang kecil hanya 3,27 inci.
2.    Belum memiliki kamera depan
3.    Masih single sim
4.    Os Jelly Bean yang mulai ketinggalan.

Tampilan-tampilan Samsung Young GT-S6310











Hasil Kamera Samsung Young GT-S6310
 
Berikut hasil kamera samsung young Gt-S6310 ini;




Cara Screenshot Pada Handphone Samsung Young GT-S6310

Cara screenshot-nya cukup mudah, yaitu dengan menekan tombol home + power secara bersamaan. Secara otomatis ia akan menyimpan sendiri.

Harga Samsung Young GT-S6310 Bulan Oktober-November

Harga Samsung Young GT-S6310 terbaru saat ini dibulan Oktober sekitar 700.000-an rupiah. Sedangkan harga Samsung Young GT-S6310 second atau bekas sekitar 500.000 rupiah.

Masalah-masalah Yang Pernah Dialami Oleh Pengguna Samsung Young GT-S6310

Kadang, bagi beberapa pengguna lama handphone ini, pernah mengalami kerusakan pada hp ini seperti;
1.    Baterai kembung.
2.    Bootloop (handphone hanya hidup sampa logo saja. Disebabkan karena aplikasi atau virus.)
3.    Sinyal putus-nyambung atau sering hilang.

Itu saja yang bisa saya share mengenai Samsung Young GT-S6310. Intinya, handphone ini bagus dengan fitur yang lumayan dan harga yang terjangkau. Untuk kerusakan, semua barang teknologi pasti bakal mengalaminya. Yang membedakan awet atau tidaknya adalah tergantung bagaimana pengguna merawatnya.

Jika ada yang ingin ditambahkan mengenai Samsung Young GT-S6310, boleh tulis di kolom komentar. Terima kasih.


15 komentar:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)