Cerpen Komedi: Cinta Mardi

Cerpen Komedi: Cinta Mardi


Cerpen Komedi: Cinta Mardi

                                                               Cinta kata Mardi

Mardi adalah pemuda ganteng pada era-nya. Sekarang umurnya telah menginjak 75 tahun, ia tetap muda, umurnya saja yang mengatakan ia sudah tua. Semua temannya sudah menikah, wajar saja Mardi iri akan hal itu. Malah anak teman-temannya juga sudah menikah, yang lebih mengejutkan cucu temannya  akan menikah, sedangkan Mardi? Jangan kau tanya, itu akan menyebabkan ia mati, mati secara perlahan.

Tapi hari ini, Mardi sangat gembira. Jelas dengan kemampuannya bisa menerjemahkan cinta dengan tulisan. Cinta yang pernah menjait mulutnya, perlahan mengelupas. Cinta yang membuatnya lupa bicara, sekarang  menjadi pengingat setiap waktu. Cinta yang membuatnya kaku berkata, kini mudah saja memuntahkan segala dalam hati. Mardi sedang jatuh cinta kepada perempuan muda di sosial media. Umur bukan hukum haram untuk dia jatuh cinta.

“Selamat malam cinta.”

Mardi mengirim pesan sms kepada pacarnya, maaf gebetannya.

Beberapa menit kemudian...

Tak ada balasan. “Mungkin pending atau eror” Mardi berfikir positif “Oke, aku ulangi. Sent”

Beberapa menit kemudian...

Beberapa jam kemudian...

Beberapa hari kemudian...

Beberapa tahun kemudian...

Indonesia ganti mata uang...

Baju Mardi kekecilan, sampai pusarnya keliatan seperti orang india...

Sia-sia tak ada balasan. Mardi kecewa, kenapa neneng Sri tak membalas. Padahal Mardi telah mentransfer pulsa seribu, dan itu cukup untuk 2 hari. Mardi hanya diam, kosong tak seperti hidup. Cinta kini meracuninya lagi, jatuh cinta kepada neneng Sri hanya obat penawar saja. Tidak menyembuhkan, tetapi meredakan.

Mardi berjalan meninggalkan laptop dan sedikit tulisan nya. “Untung aku pernah ikut pramuka waktu SMP” katanya saat membuat simpul. Perlahan kaki nya melangkah keruangan yang jarang sekali di datangi nya. Ruangan yang gelap, penuh sarang laba-laba. Wajar, tak pernah di perhatikan. Mardi meraba-raba dinding, mencari saklar lampu. “tang!” ia menabrak sesuatu. Tapi akhirnya ia menemukan saklar, ia tak sabar benda apa yang sudah di tabraknya. Kaleng? tak mengejutkan. Mardi mencari kursi, mengikat tali di kayu atap ruangan itu. Sekarang , ia telah berhadapan dengan simpul tali yang melingkar. Kepalanya telah siap, tinggal menjatuhkan kursinya atau menggantungkan kepalanya di tali itu. Yah...

“Mati.... aku...mama ku tau...” bunyi hp Mardi dari saku celana, nada pesan masuk. “Dari neneng Sri?” Mardi mendadak keringat dingin, tegang.

“Selamat malam juga cinta. Abang, maaf ya baru bales. Selama ini neneng Sri minta tolong balesin dan bacain sms Mardi. Kan, abang Mardi tau sendiri, neneng gak bisa baca tulis. ( yang baca tulis Wati, temen neneng Sri )”

Mardi senyum bahagia, ia melompat kegirangan sampai kursinya jatuh, tak sadar lehernya terlilit tali tadi dan tergantung.

2 comments:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)