Manis Yang Berbulu

12:40 Unknown 3 Comments




Sudah lama nggak nulis di blog. Ada jeda selama tiga bulan lebih. Nulis setelah lama nggak nulis rasanya kaku kayak bincang pertama kali sama calon mertua atau ngerjain soal ujian matematika di kantor guru. Sendirian. Malam hari. Penerangannya cuma nyala lilin doang.

Eh, itu mah uji nyali.

Sekarang sudah jam setengah dua belas. Itu artinya malam minggu tanggal tiga puluh Januari bakal ketemu akhir. Sunyi dan sepi. Tapi, mata belum mau diajak tidur. Kopi masih ada sedikit. Tiga teguk. Tenang, kopinya nggak beracun, kok. Sianidanya saya pisah.

Di pojok ruangan, ada kucing saya yang sudah tidur dari jam delapan tadi.

Entah cuma kucing saya atau semua watak kucing memang menghabiskan waktu dengan tidur(?). Mungkin dunia di dalam tidurnya lebih nyata dan menyenangkan ketimbang dunia saat dia terjaga. Kucing saya bangun cuma karena satu hal; makan.

Seringkali dia bangun di waktu yang nggak tepat. Saat-saat stok makanan kosong. Sayangnya lapar kucing ternyata nggak bisa ditunda—meski dengan Okky Jelly Drink. Kalau sudah begitu, saya membiarkannya mencari makan di luar rumah. Ya, dalam hal ini saya bukanlah contoh majikan yang baik.

Pernah suatu ketika ia mengalami kesialan. Mencari makan di luar rumah ternyata bukan pilihan yang baik. Kucing saya seringkali pulang dengan bulu-bulu yang basah. Haru melihat kucing yang kebasahan saat hari sedang cerah-cerahnya. Saya mengeringkan badannya dan ia terus mengeong yang nggak saya pahami maksudnya. Yang pasti satu hal;

Ada yang membuatnya basah. Disiram(?)

Di rumah, saya pernah memelihara dua kucing. Pertama, kucing yang sekarang lagi tidur ini dan kedua, anak kucing tanggung yang tiba-tiba masuk ke rumah entah dari mana. Yang akhirnya dipelihara nggak lebih dari dua tahun. Kucing kedua meninggal karena sakit yang nggak begitu jelas. Mungkin dalam bahasa kedokteran di dunia kucing disebut “Miaw”.

Selama masa pemeliharaan, kedua kucing itu nggak pernah berteman semenit pun. Masing-masing. Hidup sendiri-sendiri. Saya pernah berpikir, apakah kucing nggak mengalami rasa kesepian seperti yang dialami manusia jika hidup sendirian? Kalau mereka merasa kesepian, gimana cara kucing mengatasi itu? Kalau nggak, kenapa bisa nggak?

Soalnya, kucing perempuan yang saya pelihara dari masih bayi ini sudah kehilangan sanak saudaranya. Kakak-kakaknya sudah mati, induknya pergi tiba-tiba tanpa kabar, tanpa meninggalkan surat. Dan dia adalah kucing perempuan yang gagal punya keturunan. Anak-anaknya lahir dan kemudian mati. Singkat. Jika kucing saya adalah manusia, mungkin kesehatan tubuhnya sudah digerogoti oleh pikiran. Sungguh dramatis sekali kisah ini. Semoga Mas Hanung Bramantyo membaca ini. Halah!

Sebaliknya, ternyata kucing ini bisa mengatasi kesedihannya dengan baik. Dia masih sanggup hidup lama. Sampai sekarang. Umurnya beda lima tahun dengan umur saya. Sekarang umur saya 20 tahun. Namanya, Manis. Dia adalah salah satu manis yang berbulu. Ehgimana.

Jika saya sedang kesepian, dia bisa saya manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Di situlah salah satu hal menyenangkan dari yang namanya memelihara. Apapun yang dipelihara, yang pasti kita menabung kasih sayang. Yang pada akhirnya, tabungan kasih sayang itu kembali ke kita.

Tapi, saya sadar; jauh di luar itu, memelihara kucing sama saja menyiapkan kehilangan dan kesedihan. Waktu itu pasti datang. Saya sudah dua kali mengalaminya.

Saya pernah baca entah di mana; jika kucing merasa umurnya sudah sangat pendek, ia akan berusaha untuk pergi meninggalkan rumah dan pemiliknya sebelum kematian datang. Maybe.

Nah… Ini Manis bangun. Mau ngapain dia deket-deket sini? Mau nemenin saya nulis? Ah. Nggak mungkin deh. Pasti mau makan.

Jangan naik meja! Awas kopi!

Oke. Terima kasih, Manis. Kopinya tumpah.

Sebenernya yang majikan itu saya atau kucing?

3 comments:

  1. Nice post. Makin mesra ya sama si manisnya. Kunjungi juga blog ku di www.thedonkey.hol.es

    ReplyDelete
    Replies
    1. Thanks, Bung Sumarlin Manalu. Salam kenal.

      Oke. Sudah saya kunjungi.

      Delete

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)