Paedofil “Bermoral”

15:13 Unknown 2 Comments



“Rey, apakah kamu menyukai anak-anak lebih dari seharusnya?”

Aku menyesal telah bertanya seperti itu kepadanya. Di kamar yang berantakan; baju-baju kotor berserakan, bekas botol bir dan tumpahannya yang sudah mengering, lengket di lantai, bau apak dan alkohol tercampur jadi satu. Benar-benar komposisi menjijikan!

Jujur, aku agak gemetar. Merinding. Kami duduk bersilang di atas ranjang.

Dia menggeleng.

Hening. Ia menatapku dan aku jadi gelagapan. Menatap ke arah lain; jendela kaca, baju yang berserakan, botol bir dan… sebuah kado bermotif Superman di kolong kursi. Aku jadi ingat perayaan ulang tahun keponakanku.

Saat nyanyian selamat ulang tahun menggema dalam ruangan yang cukup besar. Kebahagiaan menyala dengan amat terang; Rey malah pergi seperti lilin kue ulang tahun yang ditiup padam. Sahabatku itu lenyap tak menyisakan bayangan. Selama tiga tahun lebih.

Tapi, kini aku melihatnya lagi dengan amat kacau; mata sembab, rambut berantakan, bau tak enak.

Aku menemukan Rey dari cerita ibu penjaga warung yang merasa aneh dengan seseorang yang tinggal di dekat rumahnya selama ini.

“Dia jarang keluar rumah, Mas. Keluar rumah palingan cuma beli makanan aja.”

“Lalu?” tanyaku.

“Udah seminggu ini ibu nggak liat dia—“ jeda. Mungkin ia berpikir sejenak. “Pokoknya orang itu aneh, Mas. Kalo ketemu anak-anak dia cepet-cepet ngehindar—“

Belum habis ceritanya, tapi aku sudah tahu siapa itu. Aku berlari menuju rumah itu dan mendobrak pintunya. Brak! Mencari sekeliling ruangan; tak ada. Lalu mendobrak pintu kamar dan menemukan Rey sedang bersiap gantung diri. Aku berlari, mendorong dan menghajarnya sampai ia jatuh tersungkur.

Setelah adegan itu kami saling diam selama kurang lebih dua jam. Lalu aku bertanya dan menyesal telah bertanya seperti itu.

“Menurutmu; apa aku kelihatan berbeda?” Rey balik bertanya. Mengagetkanku.

“Apa?” Aku pura-pura tak mendengar. Memikirkan kenapa ia bertanya seperti itu.

“Ya, aku suka anak-anak,” Dia mengangguk-angguk. Air mata membelah pipinya, “lebih dari yang seharusnya.”

Kali ini ia tertawa. Tawa seperti mentertawakan kesedihan dalam dirinya sendiri. Tawa tanpa suara. Sebatas ekpresi saja.

“Dari mana kamu tahu aku berbeda? Apa perbedaan itu terlihat terang, Sen?” Ia mengulang tawa itu lagi. “Ah, ya. Kamu pecinta Sherlock Holmes. Kamu Sherlock Holmes.”

“Maaf. Bukan—“

“Seno memang penyidik hebat!”

Aku tak pernah membayangkan hal ini. Pertanyaan awal itu menciptakan ngeri dalam dada sendiri. Bayangkan saja, hanya ada dua orang di kamar ini. Satu, adalah penyidik yang tak pintar benar berkelahi. Satunya lagi, orang yang memiliki penyakit cukup menakutkan. Dan dua jam yang lalu, ia mencoba bunuh diri. Dalam keadaan kacau begini salah satu atau keduanya bisa saja mati. Ada yang membunuh atau terbunuh.

“Kamu boleh membawaku ke kantor polisi, Sen. Tapi, sebelum itu, tolong dengarkan ceritaku.”

Aku mendongak ke arahnya.

***

Apakah kamu pernah melihat anak jalanan sambil memegang gitar kecil, bernyanyi dengan suara pas-pasan saat lampu sedang merah? Bukannya menghibur malah terdengar memusingkan kepalamu yang sudah penuh dengan masalah. Karenanya, ada seseorang yang dengan cepat menutup kaca mobil, memaki entah itu dalam hati dan yang lainnya mengisyaratkan dengan tangan “Pergi! Daripada gua hajar, palak lo benjol!”

Tolong, maafkanlah mereka.

Anak-anak jalanan dengan baju lusuh dan bau busuk menyengat. Karenanya, seseorang menutup hidung mungkin itu kamu dan pastinya bukan aku. Karena aku pernah menjadi anak jalanan itu.

Kami terlahir entah karena mewarisi karma atau entah ada dosa dalam diri yang membuat kami menjadi anak jalanan yang malang. Harus bekerja mencari uang untuk disetor kepada kepala pemimpin di bawah jembatan atau tempat-tempat tersembunyi yang tak pernah kamu tahu.

Anak-anak jalanan itu lahir karena orang tua yang tak bertanggung jawab atau kehidupan ekonomi atau apapun alasannya yang semua itu bukanlah benar. Karena yang benar selalu samar dan yang salah selalu bisa menyamar jadi benar.

Aku; anak yang dijual kepada kepala pemimpin untuk menjadi anak jalanan. Bolehkah aku membuat pernyataan bahwa tak semua orang tua berhak punya anak? Tetapi, Tuhan yang tak pernah kusangkal keberadaannya menciptakan hal semacam itu. Dan, aku terlalu dangkal untuk melihat makna kenapa semua ini terjadi kepadaku.

Aku dilecehkan. Disodomi oleh kepala pemimpin. Tak cuma sekali dan tak cuma oleh satu orang. Setelah dewasa aku berhasil keluar dari pekerjaan itu. Tetapi, menjadi sakit; ketertarikan seksual hanya pada anak-anak.

***

“Sen,” ia menggenggam tanganku. Sumpah! Aku benar-benar takut dan gemetar sekarang. Tak bisa kusembunyikan. “Aku memiliki ketertarikan hanya pada anak-anak! Selama dua puluh tahun aku menahan keinginan seksualku ini. Rasanya sakit! Aku berani sumpah belum ada korban. Karena aku tahu, betapa lebih menyakitkan hal itu. Jadi, tolong sembuhkan aku, Sen…”

Rey menggenggam tanganku lebih erat. Air matanya sudah jatuh, bukan hanya membasahi pipinya. Tapi hatiku. Sesak mendengarnya.

Aku menggeleng. Tak bisa melakukan apapun. Dan tak mengerti tentang ini.

“Apakah aku harus dikebiri, Sen? Nggak ada cara lain?” Ia mengguncangkan bahuku. Lagi-lagi aku beku.

“Kamu tidak akan ke kantor polisi atau dikebiri, Rey,” kataku mencoba meredakan apa-apa yang terasa tak enak. “Saya akan pikirkan caranya. Kamu pasti sembuh. Tapi, bukan bunuh diri. Ngerti? Kamu bisa sabar, kan?”

Rey berterima kasih dan mengiyakan. Kemudian kami membereskan kamar dan memar di pipinya.

***

Aku selalu menyempatkan diri mengunjunginya setiap hari. Satu bulan. Tiga bulan. Masalah Rey belum juga terpecahkan. Kondisinya buruk. Badannya kurus.

Tapi, di bulan ke-empat ia terlihat lebih bahagia daripada sebelumnya.

“Sen,” katanya suatu ketika, “ Tuhan sudah menanam penyakit ini. Itu artinya, penyakit ini adalah bagian dari diriku. Yang mesti kulakukan hanyalah menerima. Terima tapi tidak hanyut. Mungkin penyakit ini ada karena dosa yang pernah kulakukan dan nggak kusadari. Aku menerima diriku. Aku memaafkan aku. Kamu nggak perlu repot ke sini lagi.”

Hari Jum’at pagi, aku menemukan slogan iklan dalam bahasa Jerman dari Dunkelfeld Prevention Project yang bunyinya;

    "Apakah Anda menyukai anak-anak lebih dari seharusnya? Kini ada pertolongan."

Cepat-cepat aku mengunjunginya. Ini berita penting! Menurut ahli perawatan radikal untuk paedofil, Rey adalah kategori paedofil selibat atau “bermoral”; sebatas ketertarikan seksual bukan tindak kekerasannya. Banyak testimoni yang menyatakan paedofil bisa disembuhkan dengan terapi dan kemauan kuat.

"Ini serius?" Rey tak percaya.

"Tentu. Jadi, kapan kita berangkat?"

"Kita?"

"Selama ini, aku juga menghindari anak-anak. Bedanya, aku lebih pintar menyembunyikan."

Rey melongo. Beberapa saat kemudian ia menepuk bahuku.


2 comments:

  1. Suka ending-nya, keren dan bikin aku ngakak saking kagetnya... XD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha. Makasih banyak sudah luangin waktu buat mampir. Sering-sering, ya...

      Salam kenal.

      Delete

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)