Cerpen Inspiratif Kehidupan: Nak, Bangun.

08:23 Unknown 1 Comments

Cerpen Inspiratif Kehidupan: Nak, Bangun.

Cerpen inspiratif kehidupan.


Bery tak pernah menyangka. Hidupnya sekadar meneteskan air mata saja. Tak berguna. Tapi ia selalu memikirkannya. Ia tak pernah tidur, memejamkan matanya saja tak ada nyali lagi.
Karena itu, matanya sembab seperti terkena pukulan bola baseball oleh Babe Ruth, pemain baseball legenda di Amerika. Bajunya kumal tak pernah ganti apalagi mandi, rambutnya tak tertata, gondrong keriting, wajahnya terlihat kusam, tua, dan mulai berkeriput, padahal usianya masih 20 tahun. Ironis, memang.

***

“Nak, Bangun. Matahari sudah terik.”

Ibu mengelus-elus kaki anaknya penuh kasih. Perkataan Ibu setiap harinya. Tak pernah bosan, meskipun terkadang perkataan itu tak berhasil juga membangunkan anaknya, Bery. Hal yang kadang sia-sia tetapi tetap saja Ibu mau melakukannya. Ibu memang hebat.

Bery adalah anak tunggal Bu Eni, pemuda pengangguran yang memilih tidur sebagai pekerjaan utamanya. Ya, bagaimana tidak, Bery mengisi hampir sepenuh harinya dengan tidur, makan sebentar kemudian tidur lagi.

“Apa pekerjaan untuk lulusan SMA sekarang bu?! Gak ada! Mending tidur aja. Yang penting kan gak ganggu orang lain. Ibu mau aku berbuat kriminal?!” kata Bery beralasan

Lagi, untuk kesekian kalinya Ibunya mengelus rambut anaknya dengan penuh kasih.“Iya, Nak,” kata Ibu berulang-ulang, sambil melemparkan senyum meski hatinya tergores. Mata Ibu berlinang.

Anak memang punya alasan untuk membuat Ibunya mewajarkan. Dan Ibu selalu punya kelebihan kasih sayang kepada anaknya yang adakalanya tak pernah menyadarkan sang penerima kasih sayang itu. Pernah suatu ketika, akhirnya Bery bangun tanpa perkataan Ibunya. Dan  ia merasa sangat geram.

“Apa yang Ibu lakukan!”

“Tang!”  Bery membanting mangkok alumunium ketika Ibu sedang tidak di rumah atau lebih tepatnya ketika Bery tak menemukan masakan Ibu. Ini bukan pertama kalinya ia melakukan ini. Saat ada Ibu pun ia akan marah jika tak ada masakan Ibu ketika bangun. Dan seperti yang lalu, setelahnya ia kembali tidur.

Akhirnya Ibu menemukan titik di mana ia tak perlu lagi membangunkan Berry. Seorang Ibu telah menemukan kejenuhannya, bukan!

Ibu tak pernah jenuh atau merasa lelah memikirkan anaknya. Apa kau tahu? Ibu sampai lupa. Ibu lupa merasakan sakitnya, Ibu lupa melihat anaknya keluar rumah, Ibu lupa bagaimana rasanya mengerok punggung anaknya dengan uang logam, Ibu telah mati rasa bagaimana membenci anak yang tak pernah bisa berterimakasih kepada Ibunya. Yang Ibu ingat adalah melihat anaknya bahagia.

Tapi Bery? Jangan kau tanya anak ini, dia juga telah lupa seperti Ibu. Lupa rasanya punya Ibu, yang dia ingat adalah rasanya tidur seharian.

“Bery! Dasar kau anak durhaka! Kau benar-benar sudah mati!” jerit pak Tori, tetangganya yang kesal melesatkan pedangnya ke ranjang Bery. Kapuk bertebaran. Hampir saja ia membunuhnya.
Sontak hal itu pasti berhasil membangunkan Bery daripada perkataan halus Ibu.

“Kau mau bunuh aku? Tadi kau bilang aku sudah mati? Kau lucu sekali!” Berry tersenyum mengejek, “asal saja kau menganggap aku mati. Hei, Pak tua! Kau lupa berapa umurmu sekarang?! Mau aku ingatkan?!” Bery membalas teriaknya meski matanya belum sepenuhnya terang.

“Kau memang kurang ajar Bery! Kau pantas mendapat hukuman ini.”

***

Bery tak berani tidur lagi, bahkan memejamkan matanya saja adalah hal yang menakutkan baginya. Karena tidur, ia kehilangan banyak hal. Ia tak tahu apa yang terjadi di bumi ini, tak tahu Ibu yang selalu membereskan rumah yang bocor karena hujan semalam, dan yang paling dia sesalkan, ia tak tahu di mana makam Ibunya sekarang.

“Tolong jangan bangunkan Bery, aku tidak ingin dia tahu apa yang terjadi denganku. Tapi jika dia bangun, jangan beri tahu keberadaanku. Aku tidak ingin melihatnya marah ketika dia bangun tanpa ada masakan aku.” Pinta Ibu kepada tetangganya

Sekarang Bery tak punya tujuan, ia berjalan sampai keajaiban memberi tahu makam Ibunya atau sampai kematian menyelesaikan kehidupan malangnya.

“Nak, bangun. Matahari sudah terik.” Suara terdengar dari dalam rumah ketika Bery sedang lewat.


1 comment:

Terimakasih udah ngeluangin waktunya buat baca ini. Sebelum pergi, baiknya tinggalkan jejak. Jejak untuk dikenang. Dikenang keindahannya. Jadilah tak terlupakan. Silakan coret kalimat di kolom komentar. :)